Kamis, 30 Januari 2014

“ Pameran DIPONEGORO ” Solo Art Exhibition Lanjar Jiwo

Pameran DIPONEGORO ”
Solo Art Exhibition Lanjar Jiwo 

Mengenali diri , Menggunakan Estetika untuk melakukan Perlawanan.
Oleh : Yayan Harian Syah S.Sn

Seni adalah alat revolusi.ini berarti bahwa tiap kerja seni harus bisa sesuai dengan derapnja revolusi.Sasuai dengan dinamika romantika dan dialektika revolusi.Sastra dan seni jang perlu kita kembangkan dewasa ini adalah sastra dan seni jang bisa menanamkan elan perdjoangan jang menggelora untuk mentjapai masjarakat sosialis Indonesia.Dengan di djiwai oleh Pantjasila,Manipol/USDEK dan berorientasi terus-menerus kepada rakjat,maka usaha penginterigasian jang dimaksud pasti berhasil.
Djakarta 27 Agustus 1964*


Sering sekali seni digunakan sebagai alat untuk mencapai kekuasaan baik bersifat politis,ekonomis,sosial dan budaya,serta ilmu pengetahuan.Para politisi menggunakan disiplin dalam berkampanye ketika massa PEMILU (Pemilihan Umum), Pemilu umum Kepala Daerah (Pilkada),maupun dalam Pemilihan Legislatif(Pileg),untuk memperkuat citra diri yang ingin disampaikan ke masyarakat para politikus biasanya menggunakan alat atau produk seni misalkan: Poster,Baliho,Spanduk dll. Pembuatan produk seni tersebut tentu menggunakan teori-teori seni terutama seni desain komunikasi Visual. Disadari atau tidak para politisi tersebut menggunakan kekuatan seni untuk membungkus kerja-kerja politiknya,seni digunakan sebagai alat untuk mempengaruhi orang lain,seni digunakan sebagai media propaganda politik, seni digunakan untuk menarik dukungan dari masyarakat.

Tidak jarang juga prinsip Seni Pertunjukan khususnya Teater digunakan sebagai alat untuk membangun Citra tokoh politik di saat-saat pemilihan umum. Sering kita lihat di telivisi seorang tokoh politik dipeluk ibu-ibu atau nenek-nenek dari keluarga miskin ketika Tokoh Politik itu tersebut melakukan kunjungan ke pasar-pasar tradisional,tidak jarang dalam adegan pemelukan tokoh politik tersebut sang nenek yang miskin sambil menangis dan penuh berharap sang tokoh politik tersebut mampu membawa perubahan zaman yang semakin sulit.Suasana semakin dramatis ketika kamera foto dan tv mengambil adegan tersebut dan disebarluaskan. Adegan Seperti ini didramatisir sedemikian rupa dan dengan kesadaran penuh,bahkan dibuat skenario oleh tim suksesnya. Adegan seperti ini sama halnya dengan prinsip atau teori dalam dunia teater.
Tokoh Politik yang ingin dimenangkan tentu sebagai aktor utama yang berkarakter sebagai pemimpin penuh Kharismatik dan mampu membuat Perubahan , nenek-nenek tua yang memeluk tokoh politik tersebut sebagai aktor yang mewakili Masyarakat yang mengharapkan kesejahteraan. Adegan seperti ini dipersiapkan dalam rangka mempengaruhi orang lain yang melihat di sekitar Pasar,dengan harapan pesan politis bisa tersampaikan dan terprovokasi pemahamannya bahwa tokoh tersebut merupakan harapan masyarakat. Pada prinsipnya teori ini sama seperti sama halnya ketika sedang menggarap teater seni.

Selain itu seni juga sering digunakan sebagai alat untuk meraih keuntungan,dalam Dunia kapital Seni digunakan sebagai alat untuk memgembalikan modal dan untuk meraih keuntungan yang berlipat. Para konsumen disodorkan dengan kemasan yang kreatif dan menarik sehingga mutu dari produk kapital atau fungsi dari produk tersebut tidaklah menjadi hal utama. Kekuatan seni desain mampu membangun Citra produk kapital yang berujung pada penggiringan masyarakat konsumtif.Bayangkan kalau produk kapital tersebut dipromosikan tanpa teori-teori seni desain ,tanpa poster,tanpa desain di setiap kemasan,tentu tidak menarik dan laku dipasaran.
Persoalan seni bukanlah persoalan yang Sederhana dan menghias,tetapi memiliki kekuatan tersendiri terutama dalam membangun citra dan rekayasa. banyak pemikir barat mencoba merumuskan persoalan seni.

Plato mengatakan seni adalah Mimesis atau peniruan terhadap alam. Walaupun banyak yang membantah pemikiran ini,banyak juga yang mengamini. Soedarso Sp mencoba merumuskan seni Modern dalam Buku "Sejarah Perkembangan Seni Rupa Modern", bahwa seni modern tidak terbatas oleh kasat mata obyek-obyek tertentu,ataupun corak dan gaya tertentu,melainkan ditentukan sikap batin senimannya, dan seni modern tidak terbatas oleh letak geografisnya karena bersifat universal, Soedarso Sp juga mengatakan bahwa syarat yang dituntut oleh seni modern adalah kreativitas. Sedikit senada dengan Alberth Camus dalam buku "seni adalah pemberontakan" bahwa kreatifitas menjadi nafas dari karya seni.Karena bagaimanapun seni membutuhkan kreatifitas dalam proses penciptaan hal-hal yang baru,dari proses yang lama ke yang baru inilah Alberth Camus mengatakan sebuah peristiwa pemberontakan.
Seniman Persagi S.Sudjojono mengatakan adalah jiwa ketok. Maksudnya adalah karya seni merupakan cerminan dari jiwa yang melatarbelakangi proses dialektika material yang tidak terlepas dari nilai-nilai historis.

Seni sebagai alat perlawanan memiliki sejarahnya sendiri,terutama di indonesia.Dalam hal ini yang terkristalisasikan dari filsafat kebudayaan,yaitu Realisme sosialis.
Realisme Sosialis adalah metode berfikir kebudayaan yang berlandaskan pada filsafat,tepatnya adalah filsafat Marxis. Gerakan yang membongkar habis kerakusan dan penindasan kapitalisme pada budaya kaum proletar juga sebagai pisau pembedah yang paling tajam mengenai perbudakan umat manusia.Selain itu, realisme sosialis merupakan keberpihakan kaum buruh untuk membangun kebudayaan dan perjuangan kelas.
Karl marx dan Engels tidak menghasilkan Teori mengenai Seni,apalagi estetika Marxis.* walau demikian Beliau banyak memberikan Komentar dan Kritik mengenai estetika. Untuk menyelusuri akar filsafat Marxis dan memperdalam realisme sosialis tersebut perlu dilakukan karena memang terkadang Realisme Sosialis Sering disalah artikan yang berdampak pada pandangan Politik Sempit . Realisme Sosialis berlandaskan pada Filsafat Marxis yaitu filsafat Materialisme* dialektika -materialisme-Historis (MDH).Filsafat ini hasil Pemikiran Karl marx dan engels,yang kemudian oleh karl marx dikembangkan dari pemikiran Hegel terhadap sejarah masyarakat umat manusia.
Revolusi Boulsevik di Rusia pada tahun 1917,merupakan sebuah perubahan yang mendasar di segala sektor baik ekonomi,sosial,politik dan kebudayaan yang mengarah kepada program Sosialis-Proletar. Vladimir Ilyich Lenin berhasil mengkombinasikan kepemimpinan Praksis revolusioner dengan sumbangan teoritis yang penting bagi pemahaman sosialis tentang Dunia dan bagaimana merubahnya.
Dua kontribusi teoritisnya yang paling penting adalah tentang Imperialisme dan strategi revolusioner di negara-negara terbelakang yang di eksploitasi oleh Imperialis.
Imperialisme masih di dominasi oleh sistem yang membaginya dalam dua Pihak, kaya dan miskin,yang mengeksploitasi dan yang dieksploitasi tidak hanya antar bangsa,tetapi antar bangsa itu Sendiri. Sistem yang memaksa orang (kelas pekerja atau kelas Proletariat) untuk bekerja agar tetap bisa Hidup di bawah kontrol mereka( kelas penguasa atau borjuasi) yang Memiliki Semua Industri-Industri Kunci.Kelas Penguasa dari Berbagai Bangsa yang berbeda bersaing untuk mendapatkan Keuntungan yang lebih besar dengan mengeksploitasi yang lainnya demi Keuntungan. watak dasar Sistem imperialisme inilah yang dianalisis oleh Lenin di tahun 1916*.
Sastrawan Rusia memaksimalkan ideologi Kebudayaan guna mengawal Revolusi tersebut, serta membangun budaya yang lahir dari massa-rakyat,yang bukan merupakan budaya yang di paksakan para pemodal. Realisme sosialis di populerkan pada konggres sastrawan Uni Soviet pada Tahun 1934. Salah satu tokoh populis adalah Maxim Gorki menandai dengan karya yang "Ibunda".Dari karya inilah Maxim Gorki mendapat gelar sebagai bapak realisme sosialis.
Ada juga Karya sastrawan lainnya yaitu Gladkov dan Fadeev yang memperkuat pandangan tentang Realisme Sosialis. Secara sederhana realisme sosialis merupakan bentuk Penyadaran diri bahwa Perubahan Sejarah bersandar pada diri manusia dan bukan pada proses alamiah, bentuk penyadaran tersebut melalui pemahaman dialektika yang melakukan penyangkalan atau anti tesis atas tesis yang melahirkan sintetis, kemudian sintetis tersebut akan mendapatkan penyangkalan kembali guna menemukan tesis yang baru,begitulah seterusnya . Proses dialektika antara seniman dan lingkungannya. Seniman yang melakukan kerja-kerja pembebasan dan penyadaran massa rakyat.

Realisme sosialis memiliki semangat membangun budaya proletar,sebuah budaya yang lahir dari kelas yang di tindas. Pandangan tersebut memiliki semangat seperti ini karena Kecenderungan Kebudayaan yang berasal kelas borjuasi sebagai pengendali System.
Para pekerja dan kaum proletar terkadang tidak ada waktu membangun budayanya karena disibukkan oleh pekerjaannya dan lembur kerja,tetapi banyak juga kaum Proletar berhasil menciptakan Kebudayaannya sendiri. Perjuangan massa rakyat Rusia dalam mewujudkan cita-cita revolusinya digambarkan oleh para seniman Moscow dalam berbagai karya,mengandung nilai-nilai perjuangan, estetika,politik dan ideologi.
Realisme sosialis lahir sebagai penerus tradisi seni kritis,yang merupakan bentuk baru dari tradisi Realisme yang berkembang di Eropa. Realisme (Klasik),dalam catatan George Lukacs,muncul dalam atmosfer "membuyarnya awan mistisisme,yang pernah mengelilingi fenomena sastra dengan warna dan kehangatan puitik serta menciptakan suatu atmosfer yang akrab dan 'menarik'di sekitarnya"*.

Keberpihakan terhadap rakyat pekerja yang lemah lebih merupakan suatu komitmen Sosial,dan bukan atas dorongan landasan-landasan yang lebih ilmiah seperti Halnya realisme sosialis sebagai aliran yang datang lebih kemudian. Atau dengan kata lain , realisme sosialis mereka bisa dikatakan sebagai realisme sosialis " Cikal-Bakal" yang masih bersifat realisme utopis*.
Realisme sosialis sesungguhnya merupakan teori seni yang mendasarkan pada kontemplasi dialektik antara Seniman dan lingkungan sosialnya. Seniman ditempatkan tidak terpisah dari Lingkungan Tempatnya berada. Hakikat dari Realisme sosialis ini bisa dikatakan menempatkan Seni sebagai wahana 'Penyadaran' bagi masyarakat untuk menimbulkan keasadaran akan keberadaan dirinya sebagai manusia yang memiliki kebebasan*.

Realisme sosialis berbeda seperti yang di pahami Barat selama ini,yang benar yaitu Realisme sosialis Sesuai dengan istilahnya menurut tafsiran para sosialis. Penegasan ini penting karena antara Kedua Realisme ini bukan hanya terdapat pada tafsiran,tetapi yang lebih penting untuk di ketahui adalah adanya perbedaan dalam perkembangannya*

Pada karya Lanjar Jiwo dengan tegas ingin mengatakan bahwa ekspolitasi dari imperialisme merupakan salah satu bentuk penindasan dan mengsengsarakan rakyat. rakyat dengan struktur masyarakatnya mencoba menggalang kekuatan mobilisasi massa,Perlawanan ini dilakukan berkaitan dengan eksploitasi hutan yang berdampak perusakan lingkungan.
Perlawanan ini merupakan sikap politik massa rakyat dalam menentang penjajahan negara-negara kolonial.

Pelukis mencoba memberikan sikap keberpihakanya terhadap massa rakyat yang tertindas dengan mencoba memberi tanda-tanda pada karya ini,seperti ditemukan tulisan-tulisan Lawan disekitar massa rakyat,tulisan " kami menolak penghisapan bumi dan manusia" disekitar pohon yang sudah ditebang,"save Nusantara- Raya",ada juga tulisan WB (World Bank) ada sosok setan,dan banyak lagi tanda-tanda sang seniman terhadap massa rakyat yang tertindas.
Perlawanan massa rakyat ini seakan-akan terwakili dengan penggunaan teknis yang dipakai oleh si seniman. Pada karya ini seniman menggunakan teknis drawing dengan bahan pulpen diatas media kertas. mungkinkah si seniman ingin mengajak kepada masyarakat bahwa perlawanan harus tetap dilakukan walaupun dalam kondisi yang serba terbatas.
Dengan minimnya teknis estetik penggarapan pada karya ini seperti mewakili kondisi nyata masyarakat yang termiskinkan secara sistematis. Walau demikian karya ini sempurna disebabkan perpaduan ideologi yang bermuara pada pandangan politik rakyat miskin senantiasa bergandengan erat dengan tinggi estetika .
Pada karya ini tegas memisahkan antara penghisap dan terhisap, antara obyek eksploitasi dan dengan penyebab eksploitasi, bahkan sang seniman mencoba menawarkan solusi untuk keluar dari persoalan ini, yaitu dengan pengorganisiran rakyat menuju pembebasan nasional. Setidaknya karya ini cukup provokatif dalam memprogandakan penghisapan Imperialisme terhadap negara dunia ketiga.

Mengutip yang dikatakan Jim Supangat* mengenai karya S.Sudjojono bahwa tidak hanya mempertahankan modernitas tapi juga keindonesiaan.
Senada dengan kalimat tersebut karya Lanjar Jiwo mendekati hal itu terutama semangat perlawanan dan realitas sosialnya. Kalau dilihat lebih Jauh lagi bahwa proses berkarya Lanjar jiwo tidak terlepaskan dari proses dialektika masyarakat yang selalu bergerak atas kendali politik dan dengan sadar lanjar jiwo mempraktiskan pemahaman tersebut lewat kerja-kerja politik.
Dari sinilah bisa dilacak bahwa peranan pemahaman ideologi politik lanjar jiwo menuju estetika yang nantinya akan bermuara pada modernitas dan otentik akan keindonesiaan. Setiap gerak zaman di hasilkan oleh dialektika realitas dan pemikiran filsafat merupakan Jawaban terhadap zaman yang dihadapi.



*1.Pidato Dr. A.H.Nasution, Menteri Koordinator Kompartimen Pertahanan Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersendjata,pada Agenda Konferensi Sastra dan Seni Revolusioner (KSSR).
*2. Baca Mikhail Liftschitz dan Leonardo Salamini, Praktis seni;Marx dan Gramsci.(Ainea).Baca juga buku Eka Kurniawan,Pramoedya Ananta Toer dan Sastra Realisme Sosialis,(Yogyakarta: Yayasan Aksara Indonesia,1999,hlm.54
*3. Filsafat materialiasme merupakan pandangan yang berpendapat bahwa,diluar kesadaran kita,terdapat dunia eksternal yang independen terhadap kesadaran apapun,namun bisa direfleksikan dalam kesadaran kita;pandangan yang berpendapat bahwa totalitas obyek-obyek di dunia eksternal merupakan materi yang menentukan (penentu),dan kesadaran merupakan Produk dari sistim-sistim Material tertentu,yakni organisme Hidup yang memiliki sistim syaraf dan otak,Lorens Bagus, Kamus Filsafat,(Jakarta:Gramedia,2005),hlm.593
*4.Ibid
*5.Baca Eka Kurniawan dalam tulisan tentang " Realisme Sosialis",Kompas,5 agustus 2006
*6.Ibid
*7. Ibid
*8. Pramoedya Ananta Toer, Realisme Sosialis dan Sastra Indonesia,(Yogyakarta:Lentera Diantara,2003),hlm.18
*9. Sudjojono,Seni lukis,Kesenian dan Seniman, (Yogyakarta :Yayasan Aksara Indonesia,2000)hlm.x